POKER MULIA || Seorang Gadis Bertahan Hidup Di Hutan Amazon Dari Kecelakaan Pesawat !!

Saya dilahirkan pada tahun 1954 dari orang tua berkebangsaan Jerman yang berprofersi sebagai zoologist, yaitu Hans Wilhem dan Maria Koepcke. Mereka bekerja di Museum Javier Prado di Lima Peru. Memiliki orang tua zoologist sedikit banyak mempengaruhi saya untuk lebih mengenal perilaku hewan di hutan.

Pada tahun 1968 kedua orang tua pindah ke dari kota Lima ke wilayah hutang Amazon untuk mendirikan Pusat Penelitian di Panguana. Karena kondisi yang terpecil maka saya dididik secara home schooling. Biasanya saya diajar pada pagi hari dan saya mengikuti orang tua yang mengadakan penelitian di hutan. Dari sinilah orang tua mengajarkan dan ajaran ini yang menyelamatkan saya di kemudian hari yaitu apabila engkau tersesat di hutan, ikuti arah air yang mengalir maka engkau akan menemukan jalan keluar.

Karena kebijakan pemerintah maka pada tahun 1970 saya harus melanjutkan pendidikan di German Peruvian Alexander von Humbold di Lima Peru. hingga akhirnya saya berhasil lulus pada tanggal 23 Desember 1971. Ibu yang menjemput untuk melihat kelulusan saya, sebenarnya menginginkan pulang ke Panguana pada tanggal 19 atau 20 Desember 1970. Namun karena pesta kelulusan dilaksanakan pada tanggal 22 Desember malam, saya meminta ibu untuk menunggu hingga acara tersebut usai. “Oke, kita akan berangkan tanggal 24 Des” Ibu berkata demikian.

Bandara terlihat sangat sibuk pada malam natal itu, beberapa penerbangan dibatalkan karena cuaca yang buruk. Sekitar jam 11 malam, pesawat LANSA penerbangan 508 dengan tujuan Pucallpa, melakukan boarding. Pucallpa adalah kota terdekat dengan Panguana yang memiliki bandara udara. Saya duduk di kursi kanan dekat jendela, ibu duduk di tengah dan seorang pria berbadan besar duduk paling pinggir dekat jalan. Kami berada di deretan nomer dua dari belakang. Sekitar setengah jam perjalanan suasana cukup tenang. Pramugari menyajikan sandwich dan minuman. Namun kondisi tidak berjalan lama. Sekitar sepuluh menit kemudian rupanya pesawat munuju ke pusat badai.

Tiba-tiba nampak kilat dari segala penjuru dan mulai terjadi guncangan yang sangat keras. Semua benda-benda di bagasi berjatuhan. Penumpang menjeri dan menangis. Tiba-tiba terlihat cahaya putih yang menyilaukan, terlihat dari sayap di sebelah kanan. Suara menjadi sangat bergemuruh. “Berakhir sudah” ucap ibu saya. Saat penumpang saling berteriak, tiba-tiba mesin pesawat tidak bersuara. Dalam kondisi yang berguncang-guncang, saya sempat merasakan kondisi badan yang terbalik. Dalam kondisi yang masih terikan dengan kursi, saya melihat ibu saya sudah tidak ada di sebelah saya. Kemudian saya tidak sadar apa yang sedang terjadi.

Ketika sempat tersadar saya merasa berada di tempat yang basah dengan posisi masih berada di kursi pesawat. Ketika pagi hari saya berada di bawah pepohonan yang rimbun dan besar. Namun saya tidak bisa berdiri. Saat mencoba melihat jam, saya tidak bisa karena kaca mata saya hilang. Mata kiri saya bengkak dan saya hanya bisa melihat sedikit celah melalui mata kanan saya. Tulang selangka saya patah. Betis kiri terdapat luka gores yang panjang dan dalam namun tidak ada perdarahan. Saya coba bangkit untuk berkeling sambil berteriak memanggil ibu saya namun yang ada hanya suara kesunyia hutan. Dalam kesadaran yang belum pulih, saya berputar-putar di sekitar kejadian tanpa tahu apa yang harus dilakukan.

Setelah saya sudah sepenuhnya sadar, dan tidak ada seorangpun yang saya temui, saya teringat apa yang diajarkan orang tua apabila seseorang tersesat di hutan. Saya coba mendengar suara gemericik air yang sebelumnya tidak saya perhatikan. Sambilo mencari bekal makanan yang tersisa saya mulai mencari aliran air dan saat sore saya mencari tempat untuk berteduh.

Tanggal 28 Desember jam tangan pemberian nenek saya berhenti berputar dan sejak saat itu saya sudah tidak bisa menghitung hari-hari yang saya lalui. Perbekalan yang saya bawa mulai habis dan saat musim penghujan seperti ini, buah-buahan jarang ada di hutan. Sedangkan tanaman di hutan seperti ini banyak yang beracun. Saya berusaha membatasi untuk makan daun-daunan yang saya kenal saja tapi tetap minum air sungai. Setelah mengikut anak sungai yang kecil, saya mulai menemukan sungai yang lebih besar. Saya juga sempat mendengarkan suara pesawat udara yang menimbulkan pengharapan dalam diri saya namun suara itu menjauh lagi. Sungai akhirnya bertambah besar dan dalamdanm membuat tepian sungai menjadi tambah lebat dengan pepohonan dan berduri, sehingga saya memutuskan untuk berenang mengikuti aliran sungai tersebut. sambil berhati-hati menghadapi ikan piranha dan buaya yang berkeliarn di sungai tsb. Saat malam tiba saya harus kembali mencari tempat yang aman di pinggiran sungai untuk istirahat . Nyamuk dan serangga selalu berdengung sepanjang malam disekitar kepala dan menggigit hidung dan telinga saya. Yang paling berat apabila hujan terjadi di malam hari karena udara sangat dingin dan tetesan air sangat menyakiti kulit saya. Kondisi badan saya makin lemah karena terlalu banyak minum ari sungai. Dalam kondisi seperti ini saya sering saat siang hari berhalusinasi melihat rumah dan mendengar suara ayam berkokok.

Hingga suatu sore saya menemukan tepian sungai yang berbatu yang nampak tempat yang nyaman untuk saya beristirahat sepanjam malam. Ketika beberapa saat saya mulai mengantuk saya melihat benda aneh di seberang tempat ini. Perahu. Saya mengucek mata selama tiga kali dan perahu itu tetap di sana. Saya coba berenang sekuat saya untuk menggapai perahu tsb. Saya merasa yakin bahwa saya akan menemukan orang berada di sekitar ini. Setelah menggapai perahu itu saya melihat jalan setapak berada di tepian sungai tersebut. Jalan setapak tersebut mengarah ke bukit, sehingga saya memerlukan beberapa jam untuk dapat naik ke atas. Saat berada di bukit tersebut saya menemukan gubug Namur tidak menemukan orang sama sekali. Dari gubung tersebut nampak jalan setapak yang mengarah menuju hutan.

Saya makin yakin bahwa pemilik perahu akan muncul. Karena hari makin malam saya memutuskan untuk tetap berada di sana. Namur saat pagi hari saya tidak melihat ada orang yang datang. Karena cuaca hujan saya tetap berteduh di gubug tsb. Siang hari hujan mulai reda, Namur karena kondisi yang sangat lemah saya memutuskan akan beristiraht malam ini di sini dengan harapan besok pagi akan melanjutkan perjalanan menyusuri sungai lagi. Saat mulai senja tiba-tiba saya mendengar suara seseorang. Saya pikir hanya khayalan, namun suara itu makin jelas. Hingga 3 orang pekerja hutan muncul dari hutan dan terkejut melihat saya. “Saya wanita korban kecelakaan pesawat LANSA..” Nama saya Julliane”